Selasai mandi hari sudah hampir gelap. Di ruang keluarga
Tante sedang duduk di sofa nonton TV sendiri.
"Senamnya di mana Tante ?" Aku coba membuka
percakapan. Aku memberanikan diri duduk di sofa yang sama sebelah kanannya.
"Dekat, di Tebet Timur Dalam". Malam ini Tante
mengenakan daster pendek tak berlengan, ada kancing-kancing di tengahnya, dari
atas ke bawah.
"Tumben, kamu tidur siang"
"Iya Tante, tadi main voli di situ" jawabku
tangkas.
"Kamu suka main voli ?"
"Di Kampung saya sering olah-raga Tante" Aku mulai
berani memandangnya langsung, dari dekat lagi. Ih, bahu dan lengan atasnya
putih banget!
"Pantesan badanmu bagus" Senang juga aku dipuji
Tanteku yang rupawan ini.
[imagetag] http://cdn-u.kaskus.us/35/xnakedfd.jpg"Ah,
Kalau ini mungkin saya dari kecil kerja keras di kebun, Tante" Wow, buah
putih itu mengintip di antara kancing pertama dan kedua di tengah dasternya.
Ada yang bergerak di celanaku.
"Kerja apa di kebun ?"
"Mengolah tanah, menanam, memupuk, panen" Buah
dada itu rasanya mau meledak keluar.
"Apa saja yang kamu tanam ?" tanyanya lagi sambil
mengubah posisi duduknya, menyilangkan sebelah kakinya.
Kancing terakhir daster itu sudah terlepas. Waktu sebelah
pahanya menaiki pahanya yang lain, ujung kain daster itu tidak
"ikut", jadi 70 % paha Tante tersuguh di depan mataku. Putih licin.
Yang tadi bergerak di celanaku, berangsur membesar.
"Macam-macam tergantung musimnya, Tante. Kentang,
jagung, tomat" Hampir saja aku ketahuan mataku memelototi pahanya.
"Kalau kamu mau makan, duluan aja"
"Nanti aja Tante, nunggu Oom" Aku memang belum
lapar. Adikku mungkin yang "lapar"
"Oom tadi nelepon ada acara makan malam sama tamu dari
Singapur, pulangnya malam"
"Saya belum lapar" jawabku supaya aku tidak
kehilangan momen yang bagus ini.
"Kamu betah di sini ?" Ia membungkuk memijit-mijit
kakinya. Betisnya itu…
"Kerasan sekali, Tante. Cuman saya banyak waktu luang
Tante, biasa kerja di kampung, sih. Kalau ada yang bisa saya bantu Tante, saya
siap"
"Ya, kamu biasakan dulu di sini, nanti Tante kasih
tugas"
"Kenapa kakinya Tante ?" Sekedar ada alasan buat
menikmati betisnya.
"Pegel, tadi senamnya habis-habisan"
Di antara kancing daster yang satu dengan kancing lainnya
terdapat "celah". Ada yang sempit, ada yang lebar, ada yang tertutup.
Celah pertama, lebar karena busungan dadanya, menyuguhkan bagian kanan atas
buah dada kiri. Celah kedua memperlihatkan kutang bagian bawah. Celah ketiga
rapat, celah keempat tak begitu lebar, ada perutnya. Celah berikutnya walaupun
sempit tapi cukup membuatku tahu kalau celana dalam Tante warna merah jambu. Ke
bawah lagi ada sedikit paha atas dan terakhir, ya yang kancingnya lepas tadi.
"Mau bantu Tante sekarang ?"
"Kapan saja saya siap"
"Betul ?"
"Kewajiban saya, Tante. Masa numpang di sini engga
kerja apa-apa"
"Pijit kaki Tante, mau ?"
Hah ? Aku tak menyangka diberi tugas mendebarkan ini
"Biasanya sama Si Mar, tapi dia lagi engga ada"
"Tapi saya engga bisa mijit Tante, cuma sekali saya
pernah mijit kaki teman yang keseleo karena main bola" Aku berharap ia
jangan membatalkan perintahnya.
"Engga apa-apa. Tante ambil bantal dulu" Goyang
pinggulnya itu…
Sekarang ia tengkurap di karpet. Hatiku bersorak. Aku mulai
dari pergelangan kaki kirinya. Aah, halusnya kulit itu. Hampir seluruh tubuh
Tante pernah kulihat, tapi baru inilah aku merasakan mulus kulitnya. Mataku ke
betis lainnya mengamati bulu-bulu halus.
"Begini Tante, kurang keras engga ?"
"Cukup segitu aja, enak kok"
Tangan memijit, mata jelalatan. Lekukan pantat itu bulat
menjulang, sampai di pinggang turun menukik, di punggung mendaki lagi. Indah.
Kakinya sedikit membuka, memungkinkan mataku menerobos ke celah pahanya.
Tanganku pindah ke betis kanannya aku menggeser dudukku ke tengah,
dan..terobosan mataku ke celah paha sampai ke celana dalam merah jambu itu.
Huuuh, sekarang aku betul-betul keras.
"Aah" teriaknya pelan ketika tanganku menjamah ke
belakang lututnya.
"Maaf Tante"
"Engga apa-apa. Jangan di situ, sakit. Ke atas
saja"
Ke Atas ? Berarti ke pahanya ? Apa tidak salah nih ? Jelas
kok, perintahnya. Akupun ke paha belakangnya.
Ampuuun, halusnya paha itu. Kulit Tante memang istimewa.
Kalau ada lalat hinggap di paha itu, mungkin tergelincir karena licin!
Aku mulai tak tenang. Nafas mulai tersengal, entah karena
mijit atau terangsang, atau keduanya. Aku tak hanya memijit, terkadang
mengelusnya, habis tak tahan. Tapi Tante diam saja.
Kedua paha yang diluar, yang tak tertutup daster selesai
kupijit. Entah karena aku sudah "tinggi" atau aku mulai nakal,
tanganku terus ke atas menerobos dasternya.
"Eeeh" desahnya pelan. Hanya mendesah, tidak
protes!
Kedua tanganku ada di paha kirinya terus memijit. Kenyal,
padat. Tepi dasternya dengan sendirinya terangkat karena gerakan pijitanku.
Kini seluruh paha kirinya terbuka gamblang, bahkan sebagian pantatnya yang
melambung itu tampak. Pindah ke paha kanan aku tak ragu-ragu lagi menyingkap
dasternya.
"Enak To, kamu pintar juga memijit"
Aku hampir saja berkomentar :"Paha Tante indah
sekali". Untung aku masih bisa menahan diri. Terus memijit, sekali-kali
mengelus.
"Ke atas lagi To" suaranya jadi serak.
Ini yang kuimpikan! Sudah lama aku ingin meremas pantat yang
menonjol indah ke belakang itu, kini aku disuruh memijitnya! Dengan senang hati
Tante!
Aku betul-betul meremas kedua gundukan itu, bukan memijit,
dari luar daster tentunya. Dengan gemas malah! Keras dan padat.
Ah, Tante. Tante tidak tahu dengan begini justru menyiksa
saya! kataku dalam hati. Rasanya aku ingin menubruk, menindihkan kelaminku yang
keras ini ke dua gundukan itu. Pasti lebih nikmat dibandingkan ketika memeluk
tubuh mbak Mar dari belakang.
"Ih, geli To. Udah ah, jangan di situ terus"
ujarnya menggelinjang kegelian. Barusan aku memang meremas pinggir pinggulnya,
dengan sengaja!
"Cape, To ?" tanyanya lagi.
"Sama sekali engga, Tante" jawabku cepat, khawatir
saat menyenangkan ini berakhir.
"Bener nih ? Kalau masih mau terus, sekarang punggung,
ya ?". Aha, "daerah jamahan" baru!
Bahunya kanan dan kiri kupencet.
"Eeh" desahnya pelan.
Turun ke sekitar kedua tulang belikat. Lagi-lagi melenguh.
Daster tak berlengan ini menampakkan keteknya yang licin tak berbulu. Rajin
bercukur, mungkin. Ah, di bawah ketek itu ada pinggiran buah putih. Dada
busungnya tergencet, jadi buah itu "terbuang" ke samping. Nakalku
kambuh. Ketika beroperasi di bawah belikat, tanganku bergerak ke samping.
Jari-jariku menyentuh "tumpahan" buah itu. Tidak
langsung sih, masih ada lapisan kain daster dan kutang, tapi kenyalnya buah itu
terasa. Punggungnya sedikit berguncang, aku makin terangsang.
Ke bawah lagi, aku menelusuri pinggangnya.
"Cukup, To.." Kedua tangannya lurus ke atas. Ia
tengkurap total. Nafasnya terengah-engah.
"Depannya Tante ?" usulku nakal. Lancang benar kau
To. Tante sampai menoleh melihatku, kaget barangkali atas usulku yang berani
itu.
"Kaki depannya 'kan belum Tante" aku cepat-cepat
meralat usulku. Takut dikiranya aku ingin memijit "depannya punggung"
yang artinya buah dada!
"Boleh aja kalau kamu engga cape". Ya jelas engga
dong! Tante berbalik terlentang. Sekejap aku sempat menangkap guncangan dadanya
ketika ia berbalik. Wow! Guncangan tadi menunjukkan "eksistensi"
kemolekkan buah dadanya! Aduuh, bagaimana aku bisa bertahan nih ? Tubuh molek
terlentang dekat di depanku. Ia cepat menarik dasternya ke bawah, sebagai
reaksi atas mataku yang menatap ujung celana dalamnya yang tiba-tiba terbuka,
karena gerakan berbalik tadi. Silakan ditutup saja Tante, toh aku sudah tahu
apa yang ada dibaliknya, rambut-rambut halus agak lurus, hitam, mengkilat, dan
lebat. Lagi pula aku masih bisa menikmati "sisanya": sepasang paha
dan kaki indah! Aku mulai memijit tulang keringnya. Singkat saja karena aku
ingin cepat-cepat sampai ke atas, ke paha.
Lutut aku lompati, takut kalau ia kesakitan, langsung ke
atas lutut, kuremas dengan gemas.
"Iih, geli". Aku tak peduli, terus meremas. Paha
selesai, untuk mencapai paha atas aku ragu-ragu, disingkap atau jangan. Singkap
? Jangan! Ada akal, diurut saja. Mulai dari lutut tanganku mengurut ke atas,
menerobos daster sampai pangkal paha.
"Aaaah, Tooo …." Biar saja. Kulihat wajahnya,
matanya terpejam. Aku makin bebas.
Dengan sendirinya tepi daster itu terangkat karena terdorong
tanganku. Samar-samar ada bayangan hitam di celana dalam tipis itu. Jelas
rambut-rambut itu. Ke bawah lagi, urut lagi ke atas. Aaah lagi. Dengan cara
begini, sah-sah saja kalau jempol tanganku menyentuh selangkangannya. Sepertinya
basah di sana. Ah masak. Coba ulangi lagi untuk meyakinkan. Urut lagi. Ya,
betul, basah! Kenapa basah ? Ngompol ? Aku tidak mengerti.
"To …" panggilnya tiba-tiba. Aku memandangnya,
kedua tanganku berhenti di pangkal pahanya. Matanya sayu menantang mataku,
nafasnya memburu, dadanya naik-turun.
"Ya, Tante" mendadak suaraku serak. Dia tak
menyahut, matanya tetap memandangiku, setengah tertutup. Ada apa nih ? Apakah
Tante ….. ? Ah, mana mungkin. Kalau Tante terrangsang, mungkin saja, tapi kalau
mengajak ? Jangan terlalu berharap, To!
Aku meneruskan pekerjaanku. Kini tak memijit lagi, tapi
menelusuri lengkungan pinggulnya yang indah itu, membelai. Habis tak tahan.
"Uuuuh" desahnya lagi menanggapi kenakalanku.
Keterlaluan aku sekarang, kedua tanganku ada di balik dasternya, mengelus
mengikuti lengkungan samping pinggul.
"Too …. " panggilnya lagi. Kulepas tanganku,
kudekati wajahnya dengan merangkak di atas tubuhnya bertumpu pada kedua lutut
dan telapak tanganku, tidak menindihnya.
"Ada apa, Tante" panggilku mesra. Mukaku sudah
dekat dengan wajahnya.
Matanya kemudian terpejam, mulut setengah terbuka. Ini sih
ajakan. Aku nekat, sudah kepalang, kucium bibir Tante perlahan.
"Ehhmmmm" Tante tidak menolak, bahkan menyambut
ciumanku. Tangan kirinya memeluk punggungku dan tangan kanannya di belakang
kepalaku. Nafasnya terdengar memburu. Aku tidak lagi bertumpu pada lututku,
tubuhku menindih tubuhnya. Menekan. Ia membuka kakinya. Aku menggeser tubuhku
sehingga tepat di antara pahanya yang baru saja ia buka. Kelaminku yang keras
tepat menindih selangkangannya. Kutekan. Nikmatnya!
"Ehhhmmmmmm" reaksinya atas aksiku.
Kami saling bermain lidah. Sedapnya!
Aku terengah-engah.
Dia tersengal-sengal.
Tangan kananku meremas dada kirinya. Besar, padat, dan
kenyal! Ooooohhhh, aku melayang.
He!, ini Tantemu, isteri Oommu!
Iya, benar. Memangnya kenapa.
Mengapa kamu cium, kamu remas dadanya.
Habis enak, dan ia tak menolak.
Dua kancing dasternya telah kulepas, tanganku menyusup ke
balik kutangnya.
Selain besar, padat, dan kenyal, ternyata juga halus dan
hangat!
Tiba-tiba Tante melepas ciumanku.
"Jangan di sini, To" katanya terputus-putus oleh
nafasnya.
Tanpa menjawab aku mengangkat tubuhnya, kubopong ia ke
kamarnya. "Uuuuuhhh" lenguhnya lagi.
"Ke kamarmu saja"
Sebelum sampai ke dipanku, Tante minta turun. Berdiri di
samping dipan. Aku memeluknya, dia menahan dadaku.
"Kunci dulu pintunya" Okey, beres.
Kulepas seluruh kancingnya, dasternya jatuh ke lantai.
Tinggal kutang dan celana dalam. Buah dada itu serasa mau meledak mendesak
kutangnya!
Kupeluk lagi dia. Dadanya merapat di dadaku.
"Tooo, hhehhhhhhh" katanya gemas seperti menahan
sesuatu.
Kami berciuman lagi. Main lidah lagi.
Tangannya menyusup ke celanaku, meremas-remas kelaminku di
balik celana.
"Eehhmmmmmm" dengusnya
Dengan kesulitan ia membuka ikat pinggangku, membuka
resleting celanaku, merogoh celana dalamku, dan mengeluarkan "isinya"
"Eehhh" Ia melepas ciuman, melihat ke bawah.
"Ada apa Tante" Tanyaku disela-sela dengus
nafasku.
"Besar sekali"
Ia mempermainkan penisku. Menggenggam, meremas.
Geli, geliii sekali.
Stop Tante, jangan sampai keluar. Aku ingin pengalaman baru,
Tante. Ingin memasuki kelaminmu..sekarang!
Kutarik tangannya dari penisku. Untung Tante menurut. Aku
tak jadi "keluar"
Kulepas tali kutangnya, tapi yang belakang susah dilepas.
Tante membantu. Buah dada itu terbuka. Wow.luar biasa indahnya. Belum sempat
aku menikmat buah itu, Tante memelukku. Meraih tangan kananku, dituntunnya
menyelip ke celana dalamnya. Dibawah rambut-rambut itu terasa basah. Diajarinya
aku bagaimana jariku harus bermain di sana : menggesek-gesek antara benjolan
dan pintu basah itu.
"Uuuuuuhhhhhh, Tooo.."
Dilepasnya bajuku, singletku, celanaku luar dalam. Aku
telanjang bulat. Kutarik juga celana dalamnya. Ia telanjang bulat juga. Luar
biasa. Pinggang itu ramping, perut itu rata, ke bawah melebar lengkungannya
indah. Rambut-rambut halus itu menggemaskan, diapit oleh sepasang paha yang
nyaris bulat. Seluruhnya dibalut kulit yang putih dan mulusnya bukan main!.
Ditariknya aku ke dipan. Ia merebahkan diri. Kakinya ditekuk
lalu dibuka lebar. Dipegangnya kelaminku, ditariknya, ditempelkannya di
selangkangan. Rasanya terlalu ke bawah. Ah, dia 'kan yang lebih tahu. Aku nurut
saja. Tangannya pindah ke pantatku. Ditariknya aku mendekat tubuhnya. Sesuatu
yang hangat terasa di ujung penisku.
Tangannya memegang penisku lagi. Belum masuk ternyata.
Disapu-sapukannya kepala penisku di pintu itu. Sementara ia menggoyang
pantatnya. Geliii, Tante. Aku manut saja seperti kerbau dicucuk hidung. Memang
belum pengalaman! Didorongnya lagi pantatku. Meleset!
Pernah kupikir waktu pertama kali aku melihat kelamin Tante
beberapa hari lalu, mana cukup lubang sesempit itu menampung kelaminku yang
lagi tegang ?
Tante membuka pahanya lebih lebar lagi, mengarahkan penisku
lagi, dan aku sekarang yang mendorong. Kepalanya sudah separoh tenggelam, tapi
macet!
"Kelaminmu besar, sih!"keluhnya. Padahal barusan
ia mengaguminya.
Ia menggoyang pantatnya dan…bless. Masuk separoh.
"Aaaaahhh" teriak kami berbarengan. Terasa ada
sesuatu yang menjepit penisku, hangat, enak!
Pantatnya bergoyang lagi, tumitnya mendorong pantatku.
Blesss..masuk lagi. Makin hangat, makin sedap, dan geli.
Goyang lagi, aku dorong sekarang. Masuk semuanya
Seedaaaaaaaaap!
Tante bergoyang.
Nikmaaaaaaaat!
Tante menjepit.
Geliiiiiiiiiiiiiiii!
Kutarik pelan. Terasa gesekan, enak. Ya, digesek begini
enak. Tarik sedikit lagi, dan kudorong lagi.
"Idiiiiiiiiiiih, sedaaaaapp Too" Tante berteriak,
agak keras.
Geli di ujung sana. Tariik, dorooong
Makin geli..
Geli sekali…
Tak tahaaaaaann…
"Tahan dulu, To"
Tak mungkin, sudah geli sekali.lalu..
Aku melambung, melayang, melepas..
"Aaaaaahhhhhhh" teriakku. Nikmatnya sampai ke
ubun-ubun.
Mengejang, melepas lagi, berdenyut, enak, melepas lagi,
nikmat sekali..!
"Genjot lagi, To" teriaknya
Mana bisa.
"Ayo, To"
Aku sudah selesai!
Tante masih menggoyang
Aku ikut saja, pasif
"Tooooo, .."
Tante gelisah, goyangnya tak kubalas. Aku sudah selesai!
"Eeeeeeeeehh" keluhnya, sepertinya kecewa.
Bergerak-gerak tak karuan, menendang, menggeliat, gelisah..
Penisku mulai menurun, di dalam sana.
Tante berangsur diam, lalu sama sekali diam, kecewa.
Tinggal aku yang bingung.
Beberapa menit yang lalu aku mengalami peristiwa yang luar
biasa, yang baru kali ini aku melakukan. Baru kali ini pula aku merasakan
kenikmatan yang luar biasa. Kenikmatan berhubungan kelamin.
Nikmatnya susah digambarkan.
Hubungan kelamin antara pria yang mulai menginjak dewasa
dengan wanita dewasa muda.
Sama-sama diinginkan oleh keduanya.
Keduanya yang memulai.
Berdua pula yang melanjutkan, keterusan dan…kepuasan.
Kepuasan ? Aku memang puas sekali, tapi Tante ?
Itulah masalahnya sekarang.
Aku menangkap wajah kecewa pada Tante.
Perilakunya yang gelisah juga menandakan itu.
Aku jadi merasa bersalah. Aku egois.
Aku mendapatkan kenikmatan luar biasa sementara aku tak
mampu memberi kepuasan kepada "lawan mainku", Tante Yani.
Terlihat tadi, ia ingin terus sementara aku sudah selesai.
Aku bingung bagaimana mengatasi kebisuan ini.
Aku masih menindih tubuhnya. Penisku masih di dalam.
Buah dadanya masih terasa kencang mengganjal dadaku.
Pandangannya lurus ke atas melihat plafon.
Aku harus ambil inisiatif.
Kucium pipinya mesra, penuh perasaan.
"Maafkan saya, Tante"
Tante menoleh, tersenyum dan balas mencium pipiku.
Sementara aku agak lega, Tante tak marah.
"Kamu engga perlu minta maaf, To"
"Harus Tante, saya tadi nikmat sekali, sebaliknya Tante
belum merasakan. Saya engga mampu, Tante. Saya belum pengalaman Tante. Baru
kali ini saya melakukan itu"
"Betul ? Baru pertama kamu melakukan ?"
"Sungguh Tante"
"Engga apa-apa, To. Tante bisa mengerti. Kamu bukannya
tidak mampu. Hanya karena belum biasa saja. Syukurlah kalau kamu tadi bisa
menikmati"
"Nikmaaat sekali, Tante"
Tante diam lagi, mengelus-elus punggungku. Nyaman sekali aku
seperti ini.
"To " panggilnya.
"Ya, Tante"
"Ini rahasia kita berdua saja ya ? Tante minta kamu
jangan katakan hal ini pada siapapun"
"Tentu Tante, tadinya sayapun mau bilang begitu"
Tiba-tiba aku ingat sesuatu. Mendadak aku jadi cemas.
"Tante "
"Hhmm"
"Gimana kalau Tante nanti .." Aku tak berani
meneruskan.
"Nanti apa ?"
"Akibat perbuatan tadi, lalu Tante .."
"Hamil ?" potongnya.
"Ya "
"Engga usah kamu pikirkan. Tante sudah jaga-jaga"
"Saya engga mengerti Tante"
"To, lain kali saja ya Tante jelasin. Sekarang Tante
harus mandi, Oommu 'kan sebentar lagi datang"
Ah, celaka. Sampai lupa waktu. Aku bangkit hendak mencabut.
"Pelan-pelan To" katanya sambil menyeringai, lalu
matanya terpejam
"Eeeeeehhh" desahnya hampir tak terdengar, ketika
aku mencabut kelaminku.
Kubantu ia mengenakan kutangnya. Buah dada itu belum sempat
aku nikmati. Lain kali pasti!
"Tante " aku memanggil ketika ia sudah rapi
kembali.
Kupeluk ia erat sekali, kubisikkan di dekat kupingnya
"Terima kasih, Tante" lalu kucium pipinya.
"Ya " jawabnya singkat.
"Sana mandi, cuci yang bersih niih" katanya lagi
sambil menggenggam penisku waktu bilang 'niih'
Ooohhh, nikmatnya hari ini aku.
Malam ini pertama kali aku ciuman dengan nikmat, pacaran
sampai "keterusan". Pertama kali penisku memasuki kelamin wanita.
Pertama kali aku menumpahkan "air" ku ke dalam tubuh wanita, tidak ke
perut atau ke lantai.
Lebih istimewa lagi, wanita itu adalah Tante Yani.
Wanita dengan tubuh yang luar biasa.
Bentuknya, potongannya, halusnya, padatnya, putihnya,
bulunya…..
Padahal wanita itu sudah 26 tahun, sepuluh tahun di atas
usiaku. Tapi lebih padat dari Si Ani yang 17 tahun, lebih manis dari Si Yuli
yang sepantaranku, lebih indah dari Si Rika yang seumurku.
Yang masih mengganjal, wanita itu Tanteku, isteri Oom Ton.
Ya, aku meniduri isteri Oomku! Aku mendapatkan pengalaman baru dari isterinya!
Aku memperoleh kenikmatan dari meniduri isterinya. Isteri orang yang membiayai
sekolahku, yang memberiku makan dan tempat tinggal!
Betapa jahatnya aku. Betapa kurangajarnya aku.
Aku sekarang jadi pengkhianat!
Mengkhianati adik misan ayahku!
Tapi, keliru kalau semua kesalahan ditimpakan kepadaku.
Siapa yang menyuruh memijat ?
Okey, seharusnya memijat saja, kenapa pakai mengelus ?
Pakai meremas pantat ? Habis, siapa yang tahan ? Aku masih
16 tahun, masih sangat muda, tapi sudah matang secara seksual, mudah
terrangsang.
Tante sendiri, kenapa tidak menolak ? Bisa saja ia
menempelengku ketika aku mau mencium bibirnya di karpet itu. Bisa saja ia
menolak waktu aku membopongnya ke kamarku. Dan aku, bisa saja memberontak waktu
ia merogoh celana dalamku, waktu ia menggenggam kelaminku dan diarahkan ke
kelaminnya….
Kesimpulannya : salah kami berdua!
Tapi, aku ingin mengulangi ……….!
***
Paginya, kami sarapan bertiga, Aku, Oom, dan Tante. Aku jadi
tidak berani menatap mata Oom waktu kami berbicara. Mungkin karena ada perasaan
bersalah. Sedangkan Tante, biasa-biasa saja. Sikapnya kepadaku wajar, seolah
tak terjadi apa-apa. Tak ada pembicaraan penting waktu makan.
Tante bangkit menuangkan minuman buat Oom. Kupandangi
tubuhnya. Aku jadi ingat peristiwa semalam. Rasanya aku tak percaya, tubuh yang
ada di depanku ini, yang sekarang tertutup rapat, sudah pernah aku tiduri. Aku
ngaceng lagi..
Susah sekali aku berkonsentrasi menerima pelajaran hari ini.
Pikiranku ke rumah terus, ke Tante. Bagaimana ia "menuntunku" masuk.
Bagaimana aku mulai belajar "menggesek", terus keenakkan. Aku ingin
lagi…!
Tante bagaimana ya, apakah ia ingin lagi ? Aku meragukannya,
mengingat semalam ia tidak puas. Jangan-jangan ia kapok. Tadi pagi sikapnya
biasa saja. Mestinya sedikit lebih mesra kepadaku. Memangnya kamu ini siapa.
Lebih baik begitu, wajar saja, 'kan ada suaminya.
***
Dua hari kemudian ketika aku pulang sekolah, kulihat ada
mobil Oom di garasi. Apakah Oom Ton tak ke kantor hari ini ? Atau jangan-jangan
Oom tahu kalau aku ..
Ah, jangan berpikir begitu. Dua hari terakhir ini sikap Oom
kepadaku tak ada perubahan apa-apa. Sikap Tante juga wajar-wajar saja. Justru
aku yang kelimpungan. Bayangkan. Setiap hari ketemu Tante. Aku selalu
membayangkan "dalam"-nya, walau pakaian Tante tertutup rapat. Lalu,
terbayang, aku sudah pernah menjamah tubuh itu, dan terangsang lagi.
Selama dua hari ini aku betul-betul tersiksa. Terlihat paha
Tante yang sedikit tersingkap saja, aku langsung "naik". Ooh..! Aku
ingin lagiiiiii.
Siang ini aku makan sendirian. Kamar Tante tertutup rapat.
Oom pasti ada di dalam, mobilnya ada. Tante juga tentunya. Mungkin mereka
sedang …? Siang-siang ? Biar saja, toh suami-isteri. Sekejap ada rasa tak
nyaman. Tanteku sedang ditiduri suaminya…! Aku iri! Memangnya kamu siapa ?
Baru saja aku selesai menyantap sendok terakhir makananku,
kemudian mengangkat gelas, ketika tiba-tiba pintu kamar terbuka, Tante keluar,
mengenakan baju tidur. Aku terpana. Tanganku yang sedang memegang gelas
berhenti, belum sempat minum, terpesona oleh Tante dengan baju tidurnya.
Kelihatan ia baru bangun tidur, melihatku.
"Sudah pulang, To"
"Udah dari tadi Tante"
Ia tutup pintu kamarnya kembali lalu mendekatiku, dan
tiba-tiba mencium pipiku erat, lenganku merasakan lembutnya sesuatu yang
menandakan Tante tak memakai kutang.
Hampir saja aku menumpahkan air minum karena kaget.
"Ada kabar gembira."katanya berbisik. Sebelum aku
berreaksi atas aksinya itu, Tante sudah beranjak ke belakang meninggalkanku.
Aku jadi penasaran. Penasaran pada benda lembut yang
mendesak lenganku tadi, serta pada kabar gembira apa ?
Ketika Ia kembali lagi, aku berdiri untuk memuaskan rasa
penasaran tadi.
Tante menempelkan telunjuknya ke mulut sambil matanya
melirik ke kamar. Aku mengerti isyarat ini. Jangan ganggu, ada suaminya.
Sejam kemudian kulihat Oom Ton duduk di sofa ruang tengah
bersama Tante. Oom Ton berpakaian rapi berdasi, seperti hendak ke kantor,
sedangkan Tante mengenakan daster pendek tak berlengan berkancing tengah,
daster kesukaanku. Terlihat segar, baru saja mandi, mungkin.
"Tarto" Oom Ton memanggilku.
"Ya, Oom"
"Oom mau ke Bandung, dua hari. Kamu jaga rumah ya
?"
Ini rupanya kabar gembira itu!
"Baik, Oom, kapan Oom berangkat ?"
"Sebentar lagi, jam tiga"
Dua hari Oom tak ada di rumah, tentunya dua malam juga. Dua
malam aku menjaga rumah, bersama Tante.
Dua malam bersama Tante ? Bukan main!. Eit, jangan berharap
dulu, ya. 'Kan tadi Ia bilang kabar gembira ?
Kok kamu yakin kabar gembiranya Tante adalah karena Oom ke
Bandung ? Jangan sok pasti ya!
Aku melirik Tante, Ia biasa-biasa saja.
Pak Dadan datang membawa tas di bahunya, masuk garasi
menghidupkan mesin mobil.
"Papa berangkat ya, Ma"
"Ya, Pa, hati-hati di jalan, ya ?"
"Mama juga hati-hati di rumah"
Oom mencium pipi Tante, lalu menciumi Si Luki.
"Jaga baik-baik, ya To"
"Ya, Oom"
Seisi rumah mengantar Oom sampai depan pintu pagar, melambai
sampai mobilnya berbelok ke jalan Tebet Timur Raya.
Semuanya masuk ke rumah kembali. Hatiku bersorak. Dadaku
penuh berharap dan kepalaku penuh rencana.
Luki dibawa pengasuhnya ke rumah sebelah. Mbak meneruskan
pekerjaannya di belakang. Aman. Tinggal aku dan Tante. Kuberanikan diriku.
Kupeluk Tante dari belakang. Betul 'kan, Tante tak memakai kutang. Wah, sudah
lama sekali aku tak menyentuhnya.
Tante sedikit kaget, lalu berbalik membalas pelukanku. Cuma
sebentar, melepaskan diri.
"Sabar, dong To"
"Tante …" Serak suaraku.
"Nanti malam saja "
Aha, rencana di kepalaku bisa terlaksana malam ini.
Kami duduk berdampingan di sofa, sedikit berjarak. Aku
nonton TV, Tante membaca.
Aku tak tahan lagi, penisku sudah tegang dari tadi. Sekarang
baru jam setengah empat sore. Berapa jam lagi aku mesti menunggu ? Oh, lama
sekali.
Tante, tolonglah aku. Aku tak sanggup lagi menunggu.
Kulihat sekeliling meyakinkan situasi. Luki masih sama si
Tinah di tetangga. Mbak Mar menyetrika di belakang. Aman!
Kupegang tangan Tante yang sedang ada di pahanya. Dengan
begini aku bisa meremas-remas tangannya sambil merasakan lembutnya paha. Ia
sesekali membalas remasanku, tetap membaca.
Ditariknya tangannya untuk membuka halaman buku bacaannya,
tanganku "tertinggal" di pahanya. Kesempatan.
Kuusap lembut pahanya. Paha itu masih seperti yang kemarin,
padat, kenyal, halus, berbulu lembut. Masih tetap membaca.
Aku makin berani, tanganku bergerak ke atas menyusup
dasternya. Kuusap celana dalamnya. Nafasnya mulai terdengar meningkat
"volume"nya.
Diletakkannya buku itu sambil menghela nafas panjang.
"To., kamu engga sabaran, ya ?" katanya sambil
memegang tanganku di bawah sana.
"Maafkan saya Tante, saya.. saya ..engga kuat lagi
Tante, saya ingin lagi, Tante" Kataku terputus-putus menahan birahi yang
mendesak. Kelaminku juga mendesak.
"Masih sore, To"
"Tolonglah., Tante, saya membayangkan terus setiap
..hari" kataku setengah memohon. Aku yakin Tantepun sebenarnya telah
terangsang, terlihat dari nafasnya dan aku merasakan basah di celananya. Aku
sudah sampai pada titik yang tak mungkin surut kembali. Situasi sekeliling
aman. Jadi, apa lagi selain berlanjut ?
"Saya mohon, Tante" kini aku betul-betul memohon.
Ditariknya tanganku dari paha, lalu dituntun ke dadanya.
Permohonanku diterima.
Kuremas buah dada itu yang hanya ditutupi selembar kain
daster.
"Eeeeeeehhh" desahnya.
Tiga hari lalu, waktu aku pertama kali meniduri Tante
(memang baru pertama kali aku berhubungan sex), aku belum sempat menikmati buah
dada ini. Waktu itu kami sudah sama-sama terangsang sehabis aku memijatnya. Aku
baru sempat meremasnya, itupun dibalik kutang. Lalu ketika kutangnya sudah
terbuka, Tante sudah keburu menuntun kelaminku memasukinya.
Sekaranglah kesempatan untuk menikmati dada itu.
Kubuka kancing dasternya, satu, dua, tiga.
Dada itu mengagumkan.
Putih, besar, menonjol, bulat, bergerak maju mundur seirama
nafasnya, putingnya kecil agak panjang tegak lurus ke depan berwarna merah
jambu.
Aku berlutut di depannya, kusingkirkan daster itu, kucium
belahan dadanya yang seperti parit kecil di antara dua bukit.
Halusnya buah itu dapat kurasakan di kedua belah pipiku.
Mulutku bergerak ke kiri, ke dada bagian atas, terus turun,
kutelusuri permukaan bukit halus itu dengan bibir dan lidahku. Sementara tangan
kananku mengusapi buah kirinya. Luar biasa, kulit itu haluuus sekali! Tangannya
mengusap-usap belakang kepalaku. Penelusuranku berakhir di puncaknya.
Kumasukkan putting itu kemulutku, kukemot.
"Aaaaaaaahhh" lenguhnya pelan sekali.
Tangannya menekan kepalaku.
Kukemot lagi, kuhisap, kupermainkan dengan lidahku, putting
itu mengeras. Puting satunya lagi juga mengeras, terasa di antara telunjuk dan
ibujari tangan kananku.
Ada kesamaan gerak antara mulut dan tangan kananku. Kalau
mulutku mengulum puting, jari-jariku memilin puting sebelahnya. Bila bibir dan
lidahku merambahi seluruh permukaan buah yang sangat halus itu, telapak
tanganku merambah pula. Seluruh permukaan dada itu demikian halus, sehingga ada
sedikit yang tak halus di sebelah puting agak ke bawah menarik perhatianku.
Kulepaskan muluku dari dadanya, ingin memeriksa. Di sebelah
puting dada kiri Tante ada bercak merah. Kuperhatikan dan kuraba. Seperti bekas
gigitan. Oh. Aku ingat tadi siang waktu makan. Ini pasti "hasil
kerja" Oom Ton di kamar yang terkunci tadi..
Akupun ingin. Betapa enaknya menggigit buah kenyal ini.
Dada kanan bagianku. Kucium puting itu kembali, geser
sedikit, aku mulai menggigit.
Tiba-tiba Tante mendorong kepalaku.
"Jangan, To. Kamu..mikir, dong" katanya sambil
terengah-engah.
Ah, bodohnya aku. Kalau kugigit tentu nanti berbekas, jelas
pemilik sahnya, Oom Ton, akan curiga!
"Maafkan saya Tante, habis gemas sih."
"Yahhh.engga apa-apa. Kamu harus ingat, ini rahasia
kita saja"
Dipegangnya dadanya sendiri lalu disodorkannya ke mulutku.
Gantian, sekarang dada kiri dengan mulutku, yang kanan dengan tangan kiriku….
Sudah saatnya untuk pindah ke kamar.
Aku bangkit berdiri. Tante masih tergolek duduk. Kancing
tengah dasternya sudah semuanya terlepas, menyibak kesamping, tinggal celana
dalamnya saja. Dada itu rasanya makin besar saja.
Kutarik kedua tangan Tante, tapi ia melepaskannya. Dibukanya
gesperku, lalu kancing celanaku, dan ditariknya resleting dan celana dalamku.
Penisku yang tegang itu keluar dengan gagahnya persis di depan mukanya.
"Uuuuuuuuuhhhh" Tante melenguh pelan memegang
kelaminku, dielusnya.
"Kok besar sekali sih To, punyamu ini"
Kuraih badannya, kubimbing ia ke kamarku sambil masih
memegang senjataku, tertatih-tatih kami berdua.
Kukunci pintu kamarku, kurebahkan Tante perlahan di dipanku,
kulucuti pakaianku, dengan bertelanjang bulat kudekati Tante.
Dengan perlahan kupelorotkan celana merah jambu itu. Kembali
aku bertemu dengan rambut halus hitam mengkilat itu. Ada cairan bening di sana.
Kutindih tubuhnya lalu kakinya menjepit tubuhku. Kamipun berciuman, saling
menggigit lidah. Lalu akupun tak tahan lagi.
Aku bangkit. Kubuka kakinya lebar. Lubang sempit itu terbuka
sedikit, merah. Sekarang aku tak perlu dituntun lagi. Aku sudah tahu.
Kutempelkan kepala penisku ke lubang sempit itu, lalu kudorong hati-hati.
"Aaaaaaaaaaahhhhh, To, sedaaaaaap"
Kepalanya sudah masuk. Nikmaaaaaaaaaat!
Aku heran, lubang sesempit itu bisa "menelan"
kepala penis besarku. Kenapa kupikirkan ? Yang penting enak.
Sambil memegangi kedua belah dadanya, aku mendorong lagi.
Enak-enak geli atau geli-geli enak. Entah mana yang benar. Kudorong lagi, Aaah
lagi, enak lagi, geli lagi.
Lagi kudorong, sampai habis, sampai mentok.
"Idiiiiiiiiiiiiih, Toooo, enak sekali"
Nyaman, sudah didalam seluruhnya.
Pinggul Tante mulai berputar. Aku tahu tugasku, menarik dan
mendorong. Mulut Tante mengeluarkan bunyi-bunyian setiap aku mendorong.
Melenguh, mendesah, kadang menjerit kecil, atau kata-kata yang tak bermakna.
Kejadian tiga hari lalu berulang. Baru beberapa kali
"tusuk" aku sudah merasakan geli luar biasa. Nampaknya aku tak mampu
menahan lagi. Ah, kenapa begini ? Aku tak bisa tahan lama. Aku cemas
jangan-jangan Tante nanti kecewa lagi. Tapi bagaimana lagi, aku sudah hampir
tiba di puncak.
Aku coba berhenti bergerak sambil menahan agar jangan sampai
keluar dulu, persis kalau aku menahan kencing. Tapi begitu aku diam, pantat
Tante langsung berputar. Seluruh bagian tubuh yang di dalam sana memeras-meras
kelaminku. Oh, aku tak akan berhasil menahan diri. Langsung saja aku bergerak
lagi, makin cepat malah. Ocehan Tantepun makin ngawur.
Aku jadi cepat, makin cepat dan semakin cepat, lalu …….
badanku bergetar hebat, mengejang, berulang, memuntahkan, mengejang lagi,
muntah lagi…
Tante berhenti berputar, lalu menjepit kakiku, menerima
pelepasanku.
Rasanya aku mengeluarkan banyak sekali
Lalu akupun ambruk di atas tubuh Tante.
Aku selesai. Selesai menggetar, selesai mengejang, selesai
melepas, selesai semuanya. Tanteku selesai terpaksa. Aku yakin ia kecewa lagi.
"Tante, gimana Tante, saya engga bisa menahan lagi
…"
"Hmmm, To"
"Maafkan lagi saya, Tante. Saya gagal"
"Sudahlah, To"
"Saya hanya memuaskan diri sendiri"
"Tante bilang sudahlah, kamu lumayan tadi"
"Lumayan gimana Tante ?"
"Ada kemajuan dibanding yang lalu. Tante merasa enak,
tadi"
"Tante bohong! Tante cuma menghibur saya"
"Benar, To. Memang Tante merasa belum
"tuntas", tapi kocokanmu tadi bisa Tante nikmati". Aku agak
tenteram.
"Ini karena kamu belum biasa, To. Tante yakin,
lama-lama kamu akan mampu. Barangmu kerasnya luar biasa"
"Gimana caranya supaya saya bisa lama, Tante ?'
"Nanti kamu akan tahu sendiri"
"Ajarin saya ya, Tante"
Tante tak menjawab. Akupun berdiam diri. Lama kami berdua
membisu.
Tante melihat jam, pukul empat sore, lalu bangkit
mencari-cari pakaiannya yang berserakan.
"Tante mandi dulu, ya ?"
Aku membantunya berpakaian.
Merapikan karet celana dalamnya, mengkaitkan kutangnya,
mengancingkan dasternya. Ada sesuatu yang lain kurasakan. Aku merasa demikian
"mesra" membantunya berpakaian. Aku serasa membantu isteriku!
Ya, barusan aku merasa meniduri isteriku.
Kupeluk Tante erat sekali, agak lama. Lalu kucium pipinya
dalam-dalam.
"Tante"
"Apa, To ?"
"Tarto sayang Tante" kataku tiba-tiba.
Dipandangnya mataku lurus-lurus.
"Apa maksudmu To"
"Engga tahu Tante, pokoknya saya sayang sama Tante.
Tante jangan kapok, ya ? Tarto ingin kita terus begini"
"Oh, itu maksudmu. Asal kamu bisa jaga rahasia"
"Bisa, Tante"
"Juga harus hati-hati"
"Iya,Tante"
Tanpa kusadari, penisku bangun lagi.
"Sudah, mandi sana" Tante ke luar kamarku
***
Malam itu aku nonton TV sendirian. Tante ada di kamarnya,
tertutup. Aku kesepian. Aku mengharapkan Tante akan ke luar dari kamar
menemaniku di sini. Kemudian aku mendekatinya, lalu ciuman, raba-raba, dan
…diakhiri dengan hubungan suami-isteri.
Heran aku, baru tadi sore aku dipuaskan oleh Tante di
kamarku, malam ini aku ingin lagi! Aku ingin kenikmatan itu lagi. Aku tetap
menunggu.
Jam 9 malam. Tante belum juga muncul.
Pukul 9.30, tidak juga.
Kemarilah Tante, aku merindukanmu.
Malam ini adalah malam pertama Oom tak ada di rumah. Ayolah
Tante, ini kesempatan yang tak boleh dilewatkan.
Atau kuketuk saja pintunya, lalu aku masuk ?
Ah jangan. Itu kurang ajar, namanya.
Tubuh indah itu sendirian di kamar.
Buah dada putih itu tak ada yang mengelusnya.
Kelamin berambut halus itu tak ada yang memasukinya malam
ini.
Kenapa engkau tidak ke luar ?
Barangkali Tante memang tidak membutuhkannya. Paling tidak
malam ini.
Ya, kalau ia butuh tentunya akan mendekatiku.
Jam 10, belum ada tanda-tanda.
Aku putuskan, malam ini memang Tante tak mau diganggu. Biar
sajalah. Toh besok siang, sore, atau malam masih ada kesempatan. Oom Ton
menginap di Bandung dua malam. Yah, besok sajalah.
Tapi aku ingin malam ini!
Aku ingin malam ini kelaminku masuk dan kemudian
mengeluarkan cairan dengan nikmat!
Kemudian aku mengeluarkan penisku yang sudah tegang itu.
Kata Tante punyaku ini besar. Entah benar-benar besar, aku tak tahu. Sebab aku
belum pernah lihat punya orang lain.
Karena tidak ada Oom Ton, aku jadi makin berani menggoda
Tanteku. Seperti waktu sarapan tadi. Aku mengelus-elus bahu dan lengan atasnya
yang terbuka di meja makan. Bahkan mencium pipinya.
"Hati-hati, To"
"Ya, Tante, Kan saya lihat-lihat keadaan dulu"
"Mar ada di belakang" katanya.
"Tante"
"Ehm ?"
"Tarto sayang Tante"
"Aku udah ada yang punya, To" katanya sambil
mencubit pahaku. Aku senang.
"Ya. Pokoknya saya sayang" Jangan-jangan aku jatuh
cinta benar-benar sama Tanteku ini.
"Semalam Tante ke mana. Saya tunggu-tunggu"
"Ya. Tante tahu, kamu nonton TV. Kamu masuk kamar jam
10 'kan ? Masa' mau terus-terusan". Aku lega, Tante tak tahu perbuatanku
semalam yang menyelinap ke kamar Mbak Mar.
"Iya dong. Mumpung ada kesempatan. Sekarang juga saya
mau" kataku nakal.
"Gila, kamu To. Awas jangan sampai mengganggu
sekolahmu!"
"Habis Tante betul-betul menggemaskan" Aku ngaceng
lagi!
"Udah ah, berangkat sana, nanti telat"
"Tapi nanti lagi ya Tante, janji dulu"
"Lihat dulu nanti"
Bagaimana tidak mengganggu sekolah, seharian aku ingat Tante
terus. Membayangkan apa yang akan kuperbuat nanti bersama Tante.
Yuk coba rezeki anda di sini
ReplyDeletedi permainan terbak angka
TOGEL
DD48 red blue LIVE
Info lebih jelas silakan hubungi CS kami...
Telp : +85581569708
BBM : D8E23B5C
Line : togelpelangi
Link: http://www.togelpelangi.com/
Anda butuh Bandar Togel Terpecaya
ReplyDeleteYuk bergabung saja di Togel Pelangi
100% AMAN
Info lebih jelas silakan hubungi CS....
Telp : +85581569708
BBM : D8E23B5C
Line : togelpelangi
Link: http://www.togelpelangi.com/