Seperti biasanya menjelang ujian, seluruh murid diwajibkan
untuk melunasi semua tunggakan, karena bukan hal aneh di sekolahku, jika ada
yang menunggak SPP atau uang bangunan, bukan karena tidak mampu membayar,
karena rata-rata yang bersekolah di sekolahku, orang tuanya cukup mampu untuk
membiayai. Dan jika ada yang menunggak itu mungkin dikarenakan uang yang telah
orang tua mereka berikan untuk SPP dan lain-lain mereka pakai untuk hura-hura.
Dan itu terjadi pada teman sekelas Widi pacarku, namanya
Lia, ia menurut Widi punya tunggakan SPP dan uang bangunan yang cukup besar,
dan dia tidak berani bilang pada orang tuanya karena sebenarnya uang itu sudah
mereka berikan beberapa bulan yang lalu, katanya sih sampe 1 jutaan, aku
sendiri cukup terkejut, karena untuk SMU, uang segitu bukan jumlah yang
sedikit.
Lia sebenarnya ingin pinjam pada Widi pacarku, tapi karena
dia sendiri tidak punya uang, kemudian Widi menceritakan hal itu padaku, dengan
maksud agar aku dapat memberikan pinjaman pada Lia.
Awalnya aku bersedia meminjamkan dengan sukarela, tapi entah
kenapa belakangan pikiranku jadi 'ngeres', lagian biar jadi pelajaran untuk
Lia, bahwa tidak gampang cari duit. Orang tuaku sendiri, walau bisa dibilang
cukup mampu, selalu mengajarkan hal itu, walaupun mereka telah mendepositokan
uangnya untukku, agar tiap bulan bunga depositonya bisa aku tabung atau aku
gunakan bila perlu.
Entah berapa jumlah uang yang ayahku depositokan, tetapi
yang jelas secara otomatis, setiap bulan saldo di rekeningku bertambah, apalagi
beberapa bulan belakangan, setelah kerusuhan Mei, (yang katanya bunga bank naik
tinggi) entah berapa, yang jelas setiap bulan saldoku bertambah sebanyak 300
ribuan. Saat itu saldoku memang cukup banyak untuk ukuran anak sekolah, karena
untuk sehari-harinya aku tetap diberi uang jajan secara bulanan, jadi jika
tidak perlu-perlu sekali aku tidak perlu ambil dari tabungan.
Maka setelah kupikir-pikir, akhirnya aku telepon Widi, minta
agar Lia menemuiku langsung, agar semuanya jelas kataku, jadi bukan Widi yang
pinjam, tapi Lia.
Lia memang dikenal cukup gaul, modis karena badannya memang
bagus dan wajahnyapun cantik, kulitnya putih. Tapi mungkin karena pergaulanya
yang salah, (karena banyak selentingan kalo dia itu pecun istilah sekarang,
kalo dulu sih sebutannya perek), dia jadi seperti ini. Aku sendiri sih tidak
pernah ambil pusing sebelumnya, tapi sekarang lain cerita.
Saat aku sedang berfikir, apa yang akan aku lakukan padanya
sebagai pelajaran buatnya, sekaligus memuaskan hobbyku yaitu senang melihat
cewek memamerkan tubuhnya, dan melihat wanita yang merasa dipermalukan di depan
orang banyak. (mungkin ini adalah trauma masa kecilku yang pernah dipukul oleh
ibuku, begitu sih yang aku dengar). Karena walaupun aku sadar akan adanya
perbedaan di dalam diriku, tapi aku belum pernah ke psikiater, karena itu
kuanggap hanya fantasiku semata. Dan lagi pula apa yang salah dengan sekedar
berfantasi.
Tiba-tiba pintu kamarku diketuk.
"Ya.. Siapa!"
"Saya Mas.., Slamet". Oh..
Ternyata Slamet pembantu di rumahku. Kami punya dua pembantu
laki-laki di rumah ini.
"Ada telepon buat Mas yudi!" teriaknya dari balik
pintu.
"Ya.. Aku turun" jawabku.
Kemudian aku turun ke ruang baca, karena di sanalah telepon
diletakan, di sebelah kiri sofa besar. Ternyata. Yang telepon adalah Lia.
"Hallo Yurie ya..?, ini Lia", katanya.
"Ya.. Ada apa ya..?!", jawabku.
"Nggak tadi Widi telepon, kasi tau katanya kamu bisa
pinjemin aku duit buat bayar SPP?!" sambungnya.
"Oh.. Iya, tapi berapa?!, soanya kalo banyak-banyak aku
juga gak punya, tapi terus aku dapet imbalan apa nih..?!", pancingku.
"Terserah kamu deh, apa aja boleh!" jawabnya
setelah terdiam beberapa saat. (mungkin dia mikir dulu)
"Soalnya kepepet nih, buat bayar SPP, aku butuhnya sih
750 ribu, tapi kamu adanya berapa?!, ntar kalo kurang aku bisa pinjem ke temen
yang lain", sambungnya.
"Nggak kok, kalo segitu aku juga ada, tapi aku minta
imbalan dan jaminan lho", jawabku memastikan.
"Ntar kalo kamu gak balikin duitku gimana?! Aku rugi
dong!", lanjutku.
"Jaminan apa. Aku kan gak punya apa-apa?!",
tanyanya kebingungan.
Sepertinya ia takut gak bisa dapet pinjaman uang dariku.
"Terserah kamu aja deh, apa imbalan dan
jaminannya!" katanya lagi, dari nada suaranya terdengar kalau dia sudah
putus asa.
Tiba-tiba aku dapat ide brilian.
"Gini.. Tapi itu kalo kamu mau, kalo nggak juga gak
apa-apa, tadi katamu terserah aku, sebagai imbalanya, aku minta nanti sore kamu
ke sini, tapi aku minta kamu hanya pake seragam sekolah, jangan pake daleman
lagi, jangan pake bra ataupun CD dan buka dua kancing atas bajumu, awas kalo
tidak, karena aku akan memantaumu!!" jelasku.
"Dan sebagai jaminannya aku ingin foto-foto kamu dengan
pakaian minim, sexy, pokoknya seadanyalah!". Jawabku lagi.
Sekali lagi dia terdiam. Kali ini cukup lama.
"OK.. Gini, kalo kamu masih ragu, untuk 1 roll film aku
kasih kamu 400 ribu, jadi 2 roll kamu dapet 800 ribu"
"Aku janji gak akan aku sebarin, cuman untuk jaminan
aja, tapi kalo kamu gak mau bayar, ya terpaksa aku sebarin ke temen-temen
sekolah atau aku jual aja itu foto-fotomu, Gimana..?!" jawabku
menjelaskan, sambil meminta kepastian.
"Mmhhmm.. Gimana ya..?!"
"Tapi kamu janji gak akan kamu sebarin kan..?!!"
tanyanya memastikan.
"Nah kena nih!" batinku.
"Iya aku janji, tapi kalo kamu gak bayar, ya itu lain
soal.
"Ok deh.. Ntar sore aku ke rumahmu!" akhirnya dia
menyetujuinya.
Rumahku sore itu sepi, orang tuaku sore hari itu sedang ke
Surabaya naik kereta api, itulah sebabnya mengapa ia kusuruh datang sore itu,
sedang kedua pembantuku pasti tidaak berani mengusikku, lagi pula sore begini
kalau kebetulan orang tuaku tidak ada, mereka suka ke rumah tetangga, pacaran
dengan pembantu tetangga. Dan aku sudah mempersiapkan segalanya. Termasuk
handycam kecil milik kakakku yang kuliah di Yogya (yang sebenarnya diluar
perjanjianku dengan Lia, tapi who cares..?!!).
Aku kemudian menunggunya di ruang tamu, sengaja gerbang
depan aku tutup dan aku kunci, agar Lia tidak bisa langsung masuk ke halaman
rumahku, kebetulan rumahku ini ada di pinggir jalan besar yang ramai dilalui
pejalan kaki dan kendaraan yang lalu lalang dan ada toko kecil tak jauh di
seberang rumahku yang cukup ramai pembelinya..
Tak lama kemudian tampak sebuah taxi berhenti di depan
rumahku, aku ambil teropongku dan kulihat siapa yang ada di dalam taxi,
ternyata benar yang ada di dalamnya adalah Lia, tampak ia keluar akan membayar
ongkos taksi, kuarahkan teropongku ke arah dadanya, tampak dadanya sedikit
terguncang karena tidak memakai BH, melihat dua bukit kembarnya tersamar di
balik bajunya, yang kuperkirakan berukuran 34D, ada rasa tegang dan bergairah
yang menyebabkan adik kecilku berdiri, kulihat dua kancing bagian atasnya tidak
dikancingkan, sehingga saat dia membungkuk untuk membayar taksi, kupastikan
jika si supirnya melihat ke arah si Lia bukan ke arah uang yang Lia berikan,
tentunya dia akan dapat melihat bukit kembar si Lia yang ranum itu.
Dan teryata benar, setelah menerima uangnya si supir sekilas
melihat ke arah Lia, ada ekspresi terkejut di wajahnya, tapi pura-pura tidak
melihatnya, karena kemudian dia segera pergi.
Kemudian Lia berjalan menuju gerbang rumahku, sayang saat
itu tidak banyak orang lewat, yang dapat melihat goyangan indah payudaranya
yang bergerak saat ia melangkah, ia kemudian menjangkau bel yang ada di samping
pagar bagian dalam, karena ketinggian bell itu cukup tinggi baginya yang kira
kira hanya 165 cm (dulu sengaja letak bell itu di tinggikan, karena banyak
anak-anak yang iseng) tampak ia jinjit untuk menjangkaunya, dan saat ia kembali
menginjakkan kaki ke tanah tampak goncangan dadanya makin kencang, ia tak sadar
banyak orang yang lewat melihat hal itu. Karena aku kurang puas, kubiarkan ia
melakukanya beberapa kali sampai akhirnya ia sadar karena banyak yang lewat
terus memperhatikan dari jauh padahal ia telah berjalan melewati Lia sedari tadi,
tapi Lia tampaknya pura-pura tak sadar diperhatikan.
Tapi rasanya aku ingin lebih mempermalukannya, langsung saja
kuambil HP dan menelepon ke HP-nya, mudah-mudahan ia belum menjual HP-nya lagi,
ternyata benar, dia mengangkat HP-nya.
"Lia, sebelum kamu masuk, tolong beliin aku tali
pramuka di toko depan dong", kataku, aku tahu di toko itu menjual tali
pramuka, karena aku sering belanja di toko itu, letaknya tidak persis di depan
tapi agak ke samping kira-kira 15-20 meter.
"Oh ya.. Sekalian beliin rokok mild ya, baru aku
bukakan pagar, ntar aku ganti" kataku lagi, lalu menutup HP-ku.
Lia tampaknya, hendak mengutarakan sesuatu, tapi sudah
keburu aku tutup, ia kemudian, kembali memijit bel rumahku, tapi tidak aku
gubris, akhirnya ia pun berjalan ke arah toko di seberang dengan perasan tak
karuan, karena malu ia melipat tangannya di depan dadanya, agar guncangan
dadanya tidak terlalu nampak. Akupun naik ke lantai atas untuk bisa melihatnya
lagi.
Tampak Lia dengan kikuk berbicara dengan Mas Yus, begitu aku
biasa memanggil pemilik toko itu, karena kebetulan di sana sedang ramai
pembelinya, itu memang biasa terjadi karena walaupun tak seberapa besar, tapi
barang yang disediakan cukup lengkap, dan tidak terlalu beda jauh dengan di
toko grosir.
Tampak Lia yang sedang berbincang sering diamati dari atas
ke bawah oleh bapak-bapak dan mas-mas yang kebetulan sedang berbelanja,
sepertinya mereka tahu kalau Lia tidak memakai bra, karena aku yang melihatnya
memakai teropong dari arah belakang tak sedikitpun melihat ataupun tersamar
tali BH, padahal pakaian Lia cukup transparan karena mungkin usianya yang cukup
lama, karena mungkin tanggung bagi Lia untuk membeli baju seragam baru, karena
sekarang sudah mendekati kelulusan.
Gerakan badannya saat mengambil uang di saku roknya pun
mendapat perhatian dari semua laki-laki yang ada di sana, payudaranya kembali
berguncang hebat, karena sepertinya dia cukup sulit mengambil uang yang ada di
saku roknya, mungkin karena roknya pun sepertinya dibuat pada waktu dia masih
baru kelas dua, jadi dengan ukuran tubuhnya yang sekarang rok itu terlihat mini
dan sangat pas di pantatnya. Akupun jadi teringat bahwa akupun menyuruhnya
untuk tidak memakai CD di balik roknya. Dan ternyata memang tidak terlihat
bentuk CD dibalik roknya yang ketat itu, dan gerakan dua belahan pantatnya
terlihat cukup menggairahkan. Bergoyang dengan sangat natural saat ia bergerak.
Pantas saja laki laki yang melihatnya di sana memandangnya
seperti hendak menelanjanginya, memandangi dari atas ke bawah. Ternyata Lia
memang sangat sexy dengan keadaan yang seperti itu. Dengan tanpa memakai
penutup dada alias BH dengan pakaian seragam yang transparan karena termakan
usia, dan roknya yang sepertinya dua ukuran di bawah ukurannya yang sekarang.
Kemudian tampak, ia kembali merogoh seluruh sakunya, baik
baju dan roknya, gerakannya itu kembali mengundang tatapan para lelaki di
sekitarnya, karena kali ini terlihat jelas guncangan di payudaranya dan jelas
sekali kalo dia tidak memakai BH, karena goyangan paudaranya terlihat sangat
jelas. Sepertinya dia terlihat panik dan menunjuk ke arah rumahku, mungkin uang
yang dimilikinya kurang untuk membayar rokok dan tali yang kuminta, atau
dompetnya tertinggal barangkali. Itu yang ada di benakku saat melihatnya
kebingungan.
Karena tak tega melihatnya kebingungan dan jadi tontonan
gratis terlalu lama. Akhirnya kutelepon Mas Yus dengan HP-ku, dan pura-pura
menanyakan apakah ada temanku cewek yang beli tali pramuka dan rokok, karena
aku beralasan bahwa aku khawatir kok lama banget, dan ternyata benar, Mas Yus
menerangkan bahwa Lia memang mengaku duitnya kurang karena dompetnya tertinggal
di rumahku, dan tadinya Mas Yus curiga apa betul Lia temanku dan disuruh beli
tali dan rokok olehku, karena ia baru pertama kali ini melihat Lia, tidak
seperti temanku yang lain yang sering membeli barang ke tokonya kala main ke
rumahku, begitu katanya.
Akhirnya Lia bisa meninggalkan toko itu, setelah aku bilang
bahwa kekuranganya nanti akan diantarkan, dan bahwa benar Lia itu temanku. Di
akhir pembicaraan Mas Yus sempet bilang bahwa Lia itu sexy banget dengan
keadaan seperti ini, suruhlah sering sering ia belanja ke tokonya. Dan aku
yakin Lia mendengarnya, karena tempat Mas Yus menerima telepon hanya berjarak
setengah meter dari tempat Lia berdiri, sedang saat ia mengucapkanya Mas Yus
berbicara biasa, tidak berbisik. Jadi aku yakin Lia pasti mendengarnya. Aku pun
menyanggupi bahwa Lia juga nanti yang akan mengantarkan kekurangan
pembayarannya.
Mereka tidak tahu kalau aku mengamati semua yang terjadi
sejak tadi dari jauh.
Saat Lia berjalan ke arah rumahku, para pembeli yang sedari
tadi ada di sana tampak ribut ada yang bertepuk tangan, bersiul (terlihat dari
bibirnya yang monyong), ada juga yang bersuit dengan "irama menggoda"
karena terdengar juga olehku.
Lia kini tambah kikuk dan malu, karena kini dia sadar bahwa
semua orang yang ada di sana telah tahu bahwa ia tidak memakai BH, karena saat
ia panik tadi ia tidak dapat lagi menutup-nutupi lagi keadaannya yang tanpa
pakaian dalam, dan gerakanya tadi membuat orang semakin jelas melihat
payudaranya yang terguncang kesana kemari, saat ia merogoh saku baju dan rok
pendeknya. Tapi Lia enggan berlari karena takut akan lebih memepertontonkan
payudaranya yang bergoyang jika ia berlari. Ia hanya berjalan sedikit cepat
untuk mencapai rumahku.
Aku telah menunggunya di depan pintu pagar yang telah aku buka,
dan menyambutnya dengan tersenyum. Satu rencanaku telah tercapai.
Lia yang masih terlihat malu, semakin malu, karena akulah
yang jelas tahu jika dibalik seragamnya ia tidak memakai apa-apa lagi, karena
akulah yamg memintanya melakukan semua ini. Tapi aku bersikap wajar saja, dan
itu membuat Lia tenang berada di dekatku. Memang selama ini aku dikenal sebagai
cowok yang baik, dan cenderung pemalu, karena itu banyak cewek yang tertarik
padaku.
Setelah ngobrol ini-itu, akhirnya meunuju ke pokok
permasalahan, bahwa ia butuh uang untuk membayar tunggakan SPP dan uang
bangunan, yang sebenarnya telah orang tuanya berikan, tapi telah ia pergunakan
untuk beli ini dan itu serta "biaya kenakalannya" seperti narkoba dan
minuman keras. Dan aku menyanggupi untuk meminjaminya tapi semua itu ada timbal
baliknya kataku padanya.
"Seperti yang kubilang tadi, mau nggak, sebagai
jaminanya aku foto kamu dengan pose yang sexi dan dengan pakaian
seadanya?!" tanyaku padanya.
"Ya mau gimana lagi, toh aku sudah datang ke sini
sesuai dengan keinginanmu, nggak pake BH dan CD".
"Sudah kepalang basah, lagian hanya kamu yang bisa
menolong aku. So, mo gimana lagi.. Ak.. Aku terima deh! Tapi janji nggak akan
menyebarkan foto-fotoku khan?!", Ia bertanya dengan sedikit terbata-bata.
Rupanya ia sudah terlalu sering berbohong pada orang tuanya,
tentang ke mana saja barang barang yang mereka berikan untuknya, seperti HP,
jam tangan (bermerk) serta beberapa perhiasan emas kecil seperti anting, yang
sering ia katakan hilang, tertinggal di rumah teman dll. Padahal semua itu
sudah ia jual. Dan tampaknya orang tuanya sudah mulai curiga dengan semua itu,
karena itu HP yang ia miliki sekarang tidak berani ia jual, karena takut akan
menambah kecurigaan orang tuanya, lagi pula kalau di jual paling hanya laku
sedikit karena itu adalah HP keluaran lama. Itu ceritanya kemudian, saat aku
mulai mempersiapkan peralatanku.
Saat kutanya kenapa dia mau menerima syaratku untuk di foto
dengan pakaian minim dan sexy, ia menjawab bahwa ia percaya denganku, bahwa ia
yakin, aku adalah cowok yang bisa dipercaya, dan tidak akan berbuat yang
tidak-tidak, karena ternyata selama ini Widi sering bercerita padanya mengenai
apa saja yang telah ia lakukan untukku, tentang foto sexy Widi yang aku buat,
tentang aku yang mengajaknya jalan tanpa memakai BH dan memutuskan kancing
bajunya, tentang aku yang selama ini tidak pernah minta yang macam-macam (ML)
pada Widi, sehingga Widi percaya padaku, begitu ceritanya (tapi soal yang tentang
Widi hanya memakai celana pendek saja selama menemani aku yang berkunjung ke
rumahnya, sepertinya tidak Widi beritahukan), itu pulalah yang membuat Lia
percaya padakku, bahwa aku senang melihat cewek sexy dan mem-foto mereka.
Karena selama ini ternyata Widi dan Lia berteman cukup dekat sejak SD, hanya
saja ia beda SMP dengan Widi dan juga denganku, jadi aku baru mengenalnya di
SMA/SMU. Selain alasan yang pasti dia butuh duit juga tentunya.
Karena keadaan rumah sepi, lagi pula pintu gerbang sudah aku
kunci, rasa isengku muncul, seberapa percayanya Lia padaku. Lalu akupun mulai
melakukan aksiku.
"Lia, kamu kan aku suruh ke sini, hanya boleh memakai
seragam tanpa BH dan CD, tapi aku belum liat buktinya tuh!".
"Idih lu Yurie.. Masa sih dari tadi kau gak liat toket
gue yang terayun ayun gini" katanya sambil memegang toketnya denga dua
tangannya.
Tampaknya dia sudah mulai rilex denganku karena sudah
memakai bahasa lu-gue.
"Iya serius, aku belum bisa liat jelas tuh!"
Kemudian ia menarik baju seragamnya ke belakang, sehingga
toketnya yang tadinya tersamar di balik seragamnya. Kini makin jelas terlihat,
putingnya yang kecil, menonjol di seragamnya,
"Wah mana, tetep gak jelas" kataku.
"Mungkin kalo gini baru jelas" lanjutku sambil
menyambar satu gelas air es yang memang sedari tadi ada di meja depanku sebagai
obat kalau aku haus kala menunggu dia datang tadi. Kemudian menyiramkannya ke
arah dada Lia yang sedang memamerkan puting payudaranya.
Kontan seragam di bagian depannya basah kuyup, karena air es
yang tersisa masih cukup banyak, karena aku memang tidak begitu lama menunggu
Lia datang.
Kini tampak jelas terlihat payudara Lia yang berukkuran 34D
itu, karena seragamnya yang basah seperti tercetak mengikuti bentuk tubuhnya.
Ia tampak terkejut dan hendak berteriak, tapi ia tahan, sepertinya takut
penghuni rumahku curiga.
Mengetahui kekhawatirannya, aku segera memberitahu bahwa
saat itu keadaan rumahkku sedang kosong, orangtuaku ke luar kota, tapi
pembantuku aku bilang sedang tidak ada, (padahal mereka mungkin sedang pacaran)
jadi aku bilang tinggal kami berdua yang ada di dalam rumah, kontan saja dia
langsung hendak memukulku, tapi kuhindari dan berlari ke atas, ke kamarku, dan
seperti yang kuduga dia mengejarku.
Aku segera masuk dan menghidupkan handycam, membiarkan alat
itu merekam sendiri dengan menaruhnya di tempat yang telah kupersiapkan, yaitu
di antara pakaianku yang menggantung di dinding di sebelah pintu, dan mengambil
posisi di luar jangkauan kamera. Dan biarkan semuanya terekam dengan sendirinya.
Dan setelah beberapa saat kemudian baru dia masuk, aku tahu
Lia pasti tadi mencari-cari kamarku, karena dia lantai dua ini ada 3 kamar,
kamarku, kamar kakakku dan kamar tamu.
Ia masih pasang tampang merajuk kemudian aku dipukulnya
dengan manja. Kemudian aku kembali menanyakan permintaanku yang kedua, bahwa ia
kuminta datang ke rumahku dengan tanpa pakaian dalam sama sekali, dan ia benar
datang tanpa mengenakan BH, tapi bagian bawahnya belum terbukti, kalo itu tak
dapat dibuktikannya, aku tidak akan mememinjamkan uangku padanya.
"Ayo sekarang buktikan kalo, kamu gak pake celana
dalam!" perintahku padanya, "Kalo gak, aku gak bakal pinjemin duit
buat kamu". Kataku lagi.
Lia tampak keberatan.. Dan bingung.
"Ya udah. Kalo gak bisa buktikan, pinjam duitnya juga
batal dong!?" kataku mendesak.
Aku tahu itulah senjataku yang tidak bisa dia tolak. Aku
terus memintanya untuk memperlihatkan bahwa dia memang benar tidak memakai CD.
"Kalo malu, ya udah gak usah dari deket", kataku
sambil berjalan dengan maksud agar Lia menghadap ke kamera yang ada di
belakangku tanpa aku menghalagi kamera.
Akhirnya ia pun menyerah, dengan masih menghadap ke arahku
dan ke arah kamera tentunya, ia berjalan mundur untuk menjauhiku, sampai di
depan lemari pakaian, sehingga ia tidak bisa mundur lagi.
"Ayo tunjukin, nanti aku kasih duit", kataku
mengingatkan tujuannya datang ke rumahku.
Kemudian dengan perlahan, tangannya mulai menarik roknya ke
atas, tampaklah pahanya yang putih mulus sampai ke atas pusarnya, dan
terlihatlah bagian vaginanya yang bersih dan terawat rapi, hanya tampak
beberapa bulu halus di sekitarnya.
Aku tadinya mengira akan melihat bulu hitam lebat, seperti
milik Widi, tapi ternyata, vagina Lia, tampak bersih, dan terawat, dan sejak
saat itulah aku menyukai vagina yang terawat, tidak ditumbuhi bulu lebat.
Melihat aku terbengong alias terkejut, Lia tidak langsung
menurunkan rok pendeknya. Dia malah sepertinya bangga melihatku terkagum-kagum
akan keindahan daerah v-nya.
"Kamu cantik sekali Lia", kataku terlontar begitu
saja dari mulutkku.
Memang harus diakui bahwa sebenernya Lia itu cantik dan
sexy, dengan wajahnya yang cantik mirip Dina Lorenza bagiku, dan kulitnya yang
putih, makin menambah kecantikannya, ditambah lagi, buah dadanya yang besar dan
pantatnya yang berisi, makin menimbulkan kesan sexy.
Memang sebenarnya aku dulu waktu kelas satu, sempat suka
padanya, tapi karena aku cenderung pemalu dengan cewek, akhirnya aku hanya
sekedar suka, karena kemudian banyak cowok yang jadi pacarnya, dan beredarlah
isu bahwa ia itu pecun. Dan akhirnya akupun jadian dengan Widi, itupan karena
dicomblangi oleh temanku yang ceweknya adalah sobatnya Widi, sampai sekarang.
Kini perasan itu hadir lagi, ada sedikit rasa suka di hatiku. Tapi perasaan itu
akhirnya kubuang jauh-jauh, Lia kan terkenal pecun, batinku dalam hati.
Setelah tersadar, aku lalu mengelurkan dompetku dan
mengeluarkan uang Rp. 50 ribu, dan memberikan kepadanya.
"Ini bonus buat pertunjukan yang tadi" kataku.
Hatiku sebenarnya berharap Lia menolaknya, tapi harapanku
ternyata salah, Lia malah mendekat dan mengulurkan tangannya menerima uang
pemberianku. Lia pada awalnya menunjukan sedikit perasaan malu, tapi segera
sirna digantikan oleh senyumnya yang mengembang di bibirnya yang mungil. Segera
ia memasukan uang itu ke dalam saku roknya. Dan kembali pikiranku berkata,
"Dasar pecun!"
"OK sekarang kembali ke rencana semula, yaitu sesi
pemotretan" kataku pada Lia.
"Sesuai kesepakatan kan? 1 rol berarti 400 ribu, ya
kan?!", tanya Lia padaku memastikan.
"Iya, deal!" jawabku.
Kemudian berlangsunglah acara pengambilan foto-foto sexy
Lia, yang dengan tanpa diketahuinya adegan itu juga terekam oleh kamera
handycam yang tersembunyi di sela-sela baju yang tergantung di dinding dekat
pintu yang tertutup.
Saat itu Lia kuminta melepaskan beberapa kancing bajunya untuk
menambah kesan sexy, belahan dadanya yang putih dan sexy menimbulkan daya tarik
sendiri, kemudian berlajut kuminta Lia untuk melepaskan seluruh kancing
bajunya, sehingga kini dari atas sampai bagian perutnya yang rata terlihat
dengan jelas.
Lia tampaknya semakin asyik dan tidak malu-malu lagi, jika
ia malu maka aku akan berkata, "Aku kan sudah melihat bagian yang
terpenting yang kau miliki, kenapa harus malu. Lagian ini hanya untuk jaminan
kok!"
Dan kata-kata itu mujarab sekali, Lia pun kemudian tak malu
lagi, melakukan pose-pose yang aku minta. Semua pose yang ada di kepalaku sudah
aku minta pada Lia untuk melakukanya.
Kini tubuh indahnya benar-benar terekspose secara lebih
vulgar, karena kini seragam Lia sudah berganti dengan kaos dalam tipis milikku,
tadi sempat kuminta ia melepaskan bajunya dan menggantinya dengan kaos dalam
tipis milikku.
Setelah beberapa kali berfoto, kuminta ia membuka kaosnya
dan membiarkan bagian atas tubuhnya tidak tertutupi sehelai benang pun, tadinya
ia agak malu dan menutupi kedua payudaranya dengan tangannya, tapi setelah
kudesak dan kurayu ia mau berpose tanpa menutupi kedua payudaranya.
Sedang roknya kini telah bertambah pendek karena aku gunting
10 cm lebih pendek. Sehingga kini rok itu benar-benar tidak bisa menutupi
keindahan tubuh bagian bawahnya, saat ia membungkuk, akan terlihat bagian
kewanitaannya menyembul di sela-sela belahan pantatnya yang indah.
Tadinya Lia menolak roknya aku potong, karena takut dimarahi
ibunya saat pulang ke rumah nanti, tapi karena aku desak, agar makin sexy
kataku, akhirnya dia merelakan rok seragamnya aku potong.
Tak terasa, sudah satu roll film aku habiskan untuk
mem-fotonya.
"Wah udah satu roll nih," kataku padanya, sambil
mengeluarkan dompetku lagi. Karena sesuai janjiku, aku harus membayarnya 400
ribu setiap roll-nya.
Lia pun menerima uang yang aku berikan dan kembali
memasukannya ke dalam sakunya.
"Mau tambah lagi nggak?" tanyaku.
"Iya dong, kan belum cukup uangnya!" balasnya
sambil senyum.
"Tapi aku gak mau gini terus ah, bosen, aku ingin gaya
yang lain, dan lokasi yang lain", kataku lagi.
"Gimana kalo di kolam renang belakang?!" tanyaku.
"Boleh aja, asyik juga sepertinya" jawabnya
senang.
"Kalo gitu, mulai saat ini, kamu lepas semua kain yang
menempel di badanmu, aku ingin kamu tidak mengenakan seutas benangpun selama
berada di lingkungan rumahku ini!!" aku mulai berkata agak keras padanya.
"Dan sejak saat ini, aku yang berkuasa terhadap dirimu,
dan kamu harus menuruti semua perkataanku kamu mengerti?!!"
"Kalau kamu mau menuruti semua kemauanku, kamu akan
kukasih bonus uang lagi!!"
"Tapi kalo tidak foto-foto ini akan aku sebarkan
Lia..!!" kataku lagi sambil memperlihatkan satu roll film yang ada di
genggamanku.
"Ayo buka semua pakaianmu!!" kataku sambil menepuk
pantatnya yang terbuka dengan agak keras, kerena roknya yang kini sangat pendek
itu telah tersingkap.
Tampak ia agak terkejut, dan hampir menangis, mungkin dia
kaget melihat perubahan sikapku, yang tadinya lembut kini berubah sedikit kasar
padanya.
Kini Lia benar benar tidak punya pilihan lagi, karena
tentunya ia tak ingin foto-fotonya tersebar luas, ia akan malu sekali jika
teman-temanya melihat foto-foto itu, walau ia sama sekali tidak telanjang dalam
foto foto itu, tapi secara keseluruhan sepertinya tak ada bagian tubuhnya yang
tidak dapat dengan jelas terlihat.
Lia terdiam sejenak..
"Ayolah Lia, buka semua pakaianmu, aku tahu, di sekolah
kamu terkenal sebagai pecun, aku yakin bukan sekali ini saja kamu bugil di
depan laki-laki, sudah pasti kamu sudah seringkali telanjang di depan
cowok!" kataku padanya.
"Akui saja?! "Betul kan?!" desakku padanya.
Lia hanya diam.. Dan kemudian mengangguk kecil.
"Nah benar kan kataku, nah mulai sekarang kamu adalah
pecunku, dan kamu sekarang harus menuruti semua keinginanku".
"Kalo kamu kuminta datang, segera datang!, pokoknya
apapun permintaanku, kamu harus turuti!!".
"Kalau tidak kamu tahu sendiri akibatnya!, kamu mau kan
jadi pecunku..?!!" aku berkata padanya dengan nada sedikit keras.
Lia mengangguk..
"Jawab dong, jangan diam aja" kataku lagi.
"Iya, aku mau.." jawabnya kemudian.
Nah mulai saat itu resmilah Lia menjadi pecunku, Tapi yang
paling sering adalah, Lia kujadikan objek eksibisiku, seperti juga saat itu.
Kuminta ia menanggalkan roknya, yang merupakan satu satunya
pakaian yang masih melekat di tubuhnya. Kemudian kuminta ia melanjutkan aksinya
sebagai objek fotoku, sampai malam hari, tapi terlebih dulu, kuminta ia untuk
mengabari orang tuanya, bahwa ia akan pulang agak larut malam, untuk belajar di
rumah Widi. Sehingga orang tuanya tidak khawatir.
Orang tuanya malah menyarankan, bila terlalu malam, lebih
baik Lia menginap saja. Karena memang selama ini Lia sering menginap di rumah
temannya, terutama Widi yang sudah ia mereka kenal sejak kecil. Sehingga orang
tuanya tidak curiga.
Setelah Lia benar-benar telanjang bulat, kuminta ia turun
untuk mengambil tali dan rokok yang tertinggal di meja ruang tamu, dengan tanpa
sehelai benangpun Lia turun ke bawah menuju ruang tamu, tapi tetap kupantau
dari semacam balkon di lantai atas setelah mematikan handycamku terlebih dulu
setelah Lia keluar dari kamar. Aku ingin ia melakukan semua aktifitas di
rumahku ini tanpa mengenakan pakaian secuilpun.
Setelah ia kembali ke atas, kuutarakan niatku padanya, bahwa
sampai ia pulang nanti malam atau kalau perlu besok (karena hari ini hari
Sabtu) ia harus terus bertelanjang bulat, apapun yang terjadi. Lia pun
menyanggupi karena merasa sudah kepalang tanggung bahwa aku sudah melihat
keindahan tubuhnya secara keseluruhan dan takut akan ancamanku tadi jika tidak
menuruti permintaanku. Lagi pula ia merasa hanya kami berdua saja yang ada di
rumah kala itu.
Aku hanya diam saja, kala ia berkata begitu, karena memang
benar bahwa saat itu memang hanya kami berdua saja yang ada di rumah, tapi aku
yakin menjelang maghrib nanti pasti para pembantu di rumahku akan pulang dari
mengunjungi pacar mereka yang juga bekerja sebagai pembantu di sekitar rumahku
ini. Dan memang itu sudah ada dalam pikiranku.
Mereka sebenarnya bukan seratus persen pembantu, karena
sebenarnya mereka masih ada hubungan saudara dengan ayah dan ibuku, tapi
tepatnya adalah saudara jauh, yang hubunganya juga tidak aku fahami benar,
saking jauhnya, maka aku memangil mereka dengan sebutan Mas, karena sebetulnya
usia mereka paling-paling masih seumuran dengan kakakku.
Mas Slamet ada hubungan saudara dengan keluarga ayahku,
sedang Mas Muji ada pertalian saudara dari keluarga ibuku. Mereka hanya
membantu kami untuk urusan yang memerlukan tenaga kasar mereka, sedang untuk
masak dan bersih-bersih rumah secara umum sudah dikerjakan oleh pembantu
perempuan, yang kemudian pulang siang harinya jika pekerjaannya sudah beres.
Biasanya mereka menggunakan pintu kecil di halaman belakang untuk keluar masuk
rumah.
Maka kuminta Lia berpose di samping kolam renang yang
letaknya di halaman belakang, dan melanjutkan aktivitasku memotretnya dan kali
ini dengan kamera digitalku. Tampaknya Lia tidak mengerti jika kali ini aku
menggunakan kamera digital. Tapi itu tak penting bagiku, karena aku hanya ingin
membiasakan Lia telanjang di depan orang yang belum ia kenal.
Seperti yang sudah aku perkirakan, setelah beberapa lama aku
mengambil gambar Lia dengan pose bugilnya yang sexy, tiba-tiba muncullah Mas
Slamet dan Mas Muji dari balik tembok. Lia pun berteriak terkejut sambil secara
refleks menutupi bagian tubuhnya yang tak tertutupi sama sekali, tampak ia shock
dan bingung antara menutupi dadanya atau daerah di sekitar lubang
kewanitaannya.
Mas Muji dan Mas Slamet pun tadinya juga terkejut, tapi
kemudian tampak bersikap biasa, karena tidak mau mengganggu aktivitasku, tapi
aku tahu mereka juga pasti sangat terangsang melihat tubuh indah dan sintal
milik Lia, yang kini dapat mereka tonton dengan gratis langsung di hadapan
mereka tanpa terhalang apapun. Tubuh mulus Lia yang tanpa tertutup oleh apapun
kini menjadi santapan liar mata mereka.
Agar suasana kaku yang terjadi diantara mereka mencair,
akupun segera memperkenalkan mereka pada Lia.
"Oh.. Mas Slamet dan Mas Muji sudah datang, Perkenalkan
Mas.. Ini Lia temanku, dia tadi ingin berenang, tapi nggak bawa pakaian renang,
jadi kusuruh aja berenang tanpa pakaian sekalian!" kataku sekenanya pada
Mas Slamet dan Mas Muji.
"Oh.. Lia namanya.., cantik ya! Mirip Dina
Lorenza", kata Mas Muji dengan sangat wajar.
"Nama saya Wijianto, biasa di panggil Muji"
katanya lagi sambil mengulurkan tangan mengajak bersalaman.
Lia yang kikuk dan bingung menutupi bagian tubuh tertentu.
Kedua tangannya masih menutupi dadanya dan bagian selangkangannya. Lia tidak
segera mengulurkan tangannya untuk menjabat tangan Mas Muji. Maka akupun segera
berkata..
"Ayo dong Lia, kenalin ini Mas Muji, dia juga tinggal
disini" ujarku pada Lia.
Lia pun terpaksa melepaskan tangan kanannya yang menutupi
dadanya dan mengulurkan tangannya, menjabat tangan Mas Muji.
"Li.. Li.. Lia" ucapnya tersendat karena malu.
"Lia, nama yang cantik dan indah, secantik wajahmu dan
seindah tubuhmu" kata Mas Muji tanpa melepaskan tangannya yang terus
menjabat tangan Lia dengan erat.
Sehingga kini Lia tidak bisa lagi menutupi keindahan buah
dadanya yang mencuat menantang, dengan puting susunya yang tampak mengeras,
mungkin karena gugup dan malu.
"Kenalkan juga ini, Mas Slamet, ia juga tinggal di sini
seperti saya", kata Mas Muji pada Lia, sambil menuntun tangan Lia untuk
menjabat tangan Mas Slamet, yang sudah terlebih dahulu, terjulur.
Dan kembali Lia tidak dapat menutupi dua payudaranya yang
bergoyang ketika mendekatkan diri ke arah Mas Slamet untuk berkenalan dan
berjabatan tangan. Tampak sangat indah payudara Lia yang bergoyang-goyang
ketika Mas Slamet berjabatan tangan dengan berkali kali menggerakkan tangannya
ke atas dan ke bawah selama bersalaman.
Dalam hati aku berkata, cerdik juga cara Mas Slamet
bersalaman, sehingga tampak Lia tambah malu dibuatnya. Lama juga Mas Slamet
bersalaman, sehingga payudara Lia makin bergoyang kencang.
Walaupun mereka statusnya seperti pembantu, tapi sebenarnya
lebih tepat kalo dikatakan sebagai orang kepercayaan keluarga kami, kadang
merangkap sebagai supir pribadi dan di saat tertentu jika dibutuhkan bisa
dijadikan ajudan jika Papa keluar kota untuk urusan yang lebih bersifat
pribadi.
Jadi tak heran jika aku cukup dekat dengan mereka, dan
akupun tahu kesukaan mereka, yang suka nonton film porno yang bersifat eksibisi
dan humiliated atau mempermalukan pasangan sexnya. Demikian juga aku. Sehingga
makin akrab saja hubungan antara kami, walaupun aku tetap menunjukan bahwa aku
yang lebih berkuasa dibanding mereka, dan mereka mengakuinya.
"Begini Mas Slamet dan Mas Muji, malam ini Lia akan
bermalam disini" kataku memecahkan keheningan di antara mereka.
"Dan selama di sini, Lia tadi telah meminta padaku agar
dia diperbolehkan untuk tidak mengenakan penutup tubuh sedikitpun, Iya kan
Lia..?!!", Tanyaku pada Lia, sambil tersenyum dan menggoyangkan kameraku
sebagai isyarat padanya.
Lia yang mengerti isyarat goyangan kameraku, hanya bisa
mengangguk.
"Jadi kalian harus menuruti keinginannya dan kalian
tidak boleh menjamah tubuhnya, kecuali kuijinkan!" kataku untuk menunjukan
siapa yang berkuasa di situ.
"Jadi kalian juga harus merelakan Lia tidak berpakaian
selama tinggal disini. Kalian baru boleh menjamah tubuhnya jika Lia melanggar
apa yang kuperintahkan padanya, kalian mengerti!!", Tanyaku sedikit keras,
untuk kembali menunjukan pada mereka siapa yang berkuasa di situ.
"Baik Mas". Kata mereka serempak hampir
berbarengan.
"Nah sekarang sepertinya Lia ingin berfoto bareng
dengan kalian!?" kataku pada mereka
"Iya kan Lia..?!" tanyaku padanya.
Dan Lia pun hanya bisa mengangguk, yang disambut sorak
gembira Mas Slamet dan Mas Muji.
"Nah selama pemotretan kalian boleh menjamah tubuh
Lia!" kataku pada mereka. Yang kembali disambut teriakan gembira para
pembantuku,
Maka tampak kemudian mereka berpose di kiri-kanan Lia yang
telanjang bulat, sambil sesekali tangan mereka meremas, membelai, tubuh Lia,
terutama buah dada dan pantat Lia, bahkan kadang sesekali mereka menjambak
rambut Lia yang tergerai ke belakang, sehingga Lia terdongak ke atas sambil
meringis kesakitan, sambil membungkukkan badan Lia bagaikan menunggangi Lia
dari belakang. Itu pose yang aku sukai dari Lia.
Sangatlah kontras kulit tubuh Lia yang putih mulus, dengan
warna kulit mereka yang gelap, walaupun Mas Muji dan Mas Slamet tidak
telanjang, tapi mereka membuka seluruh kancing baju mereka, sehingga tampaklah
tubuh berisi dan berotot mereka. Wajah keras mereka makin menimbulkan kesan
sangar.
Agar pose mereka menggambarkan mereka sedang memperkosa Lia,
aku menyuruh mereka membuka resleting celana mereka, atau membuka bagian atas
celana mereka, tanpa menjatuhkannya ke tanah, sehingga makin kontras saja,
mereka yang bertubuh gelap tapi masih berpakaian lengkap, sedang Lia yang
berkulit putih mulus, bertelanjang bulat.
Agar tampak seperti dua orang pekerja kasar yang sedang
memperkosa Lia, sengaja aku mengatur agar wajah Lia selalu tampak jelas ke arah
kamera, dengan matanya yang seolah melirik Mas Muji yang sedang memperkosanya
dari belakang, atau berekspresi sedang melakukan oral pada Mas Slamet yang ada
di depannya. Sedang wajah Mas Muji atau Mas Slamet sengaja aku samarkan dengan
hanya menunjukkan siluet wajah mereka dari samping, kala sedang tertunduk,
ataupun menengadah. Sehingga bila orang melihat foto-foto itu, maka hanya
tampak jelas wajah Lia dari segala arah, tapi wajah, Mas Muji dan Mas Slamet
hanya terlihat dari arah samping atau belakang saja.
Setelah bosan dengan adegan memperkosa dan juga hari mulai
gelap, kuminta mereka berhenti. Kemudian kuikat kedua tangan Lia ke belakang,
tertekuk sebatas siku ke arah berlawanan sedang mulutnya kusumpal dengan sapu
tangan dan kuikat lagi dengan tali ke belakang kepalanya, dan kakinya satu sama
lain kuikat dengan tali yang terhubung, dengan sisa jarak kira kira 25 cm,
sehingga dia tidak akan bisa berjalan dengan langkah lebar.
Kemudian kuminta Lia melakukan exercise dengan berlari mengelilingi
kolam yang berukuran 12x5 m sebanyak 60 kali lebih. Bila Lia tampak berjalan
kusuruh mereka berdua mencambuk Lia dengan ranting pepohonan yang ada di taman
sudut halaman. Lia yang tampak kelelahan beberapa kali berhenti untuk mengatur
nafas, saat itulah Mas Slamet dan Mas Muji akan mencambuk Lia dengan dedaunan
yang mereka pegang, dan seiring dengan itu maka akan terdengar jeritan tertahan
dari mulut Lia yang terhalang saputangan. Dan setelah itu maka Lia pun akan
berlari kecil kembali. Semua itu kurekam dengan handycam yang kuambil dari
kamar.
Setelah itu kuminta Lia masuk ke dalam kolam dengan keadaan
masih terikat seperti semula. Kedalaman kolam yang saat itu paling dangkal
kira-kira 150 cm, dengan tinggi tubuhnya yang kala itu mungkin hanya 160 cm,
dan dengan tangan terikat serta kaki terikat, Lia hanya bisa berjalan di dalam
kolam, dan untuk bernapaspun Lia harus menengadahkan kepalanya, karena tinggi
air bila ia berdiri saja, hampir menutupi seluruh hidungnya.
Kemudian kami bertiga meninggalkanya di dalam kolam
sendirian, dengan tangan dan kaki terikat serta mulut terkunci dan keadaan
kolam yang hanya diterangi lampu taman pasti akan membuatnya histeris, aku
mengawasinya dari jendela teras belakang. Sambil membaca majalah, sedang Mas
Muji dan Mas Slamet kuminta untuk membuatkan minuman hangat dan makan malam
bagi kami berempat.
Tapi sebelum kami tinggal sendirian, kami mengatakan pada
Lia bahwa kami akan mandi dan membeli makan malam dulu di luar dan baru akan
mengangkatnya naik setelah kami kembali lagi 2 jam kemudian, itupun jika
jalanan tidak macet. Saat itu tampak Lia meronta di dalam air dan dari mulutnya
terdengar suara yang tak jelas, mungkin tidak suka dengan yang kami katakan,
karena ia tidak ingin ditinggal sendirian di dalam kolam dengan keadan seperti
itu. Ia sudah barang tentu ia tidak bisa naik ke permukaan tanah tanpa bantuan
orang lain, Handicam tetap kubiarkan merekam keadaannya yang tak berdaya, sulit
bergerak dan sulit bernafas.
Kami hanya berjaga-jaga dari kejauhan, tapi sudah barang
tentu, Lia tidak mengetahui hal itu, aku hanya mengawasinya dari jauh dengan
teropongku.
Malam itu kubiarkan Lia terendam di kolam dengan keadaan
yang sagat tidak nyaman seperti itu, kira kira selama dua jam lebih. Dengan
hari yang sudah makin malam dan air kolam yang dingin, tentunya akan membuat
Lia menggigil kedinginan.
Dan benar memang saat kujemput Lia untuk kunaikkan dari
kolam yang dingin, Lia tampak menggigil, kedinginan, maka langsung kukeringkan
tubuhnya yang mungil tapi indah, dengan handuk. Tampak di beberapa bagian
tubuhnya mengeriput karena terlalu lama terkena air, tapi ia tetap tampak
terlihat cantik.
Saat melihatku muncul saja, tampak bahwa ia sangat gembira,
karena itu berarti ia akan diangkat dari air kolam yang dingin itu.
Lia menurut saja ketika kubimbing dia untuk naik, ke pinggir
kolam, nampak ia pasrah dengan apa yang akan aku lakukan kepadanya, dan
kepasrahannya padaku makin tampak, saat kukeringkan tubuhnya dengan handuk yang
kubawa. Kulepaskan ikatan dan sumbatan di mulutnya, sehingga kini ia bisa
dengan leluasa berbicara bila ia mau. Tapi ia hanya tersenyum saja ketika aku
mengeringkan tubuhnya.
Dengan keadaan yang masih terikat, kukeringkan tubuhnya,
kemudian mengajaknya berjalan masuk ke dalam rumah. Dan ia pun menuruti saja
kemauanku, tanpa memprotes keadaanya yang masih terikat.
Kepasrahannya itu membuatku jadi merasa sayang padanya, kini
hatiku lebih berbicara ketimbang sore tadi di mana otak dan pikiranku masih
memvonisnya sebagai pecun. Memang jika mau jujur, rasa tertarikku padanya sejak
dulu masih tetap ada. Dan kini saat melihatnya pasrah dan menurut pada apa yang
aku katakan, membuatku makin sayang padanya.
Dan akupun yakin bahwa sebenarnya Lia selama ini juga punya
rasa yang sama padaku, karena sering kudapati ia melirik dan mencuri pandang ke
arahku jika kami bertemu di sekolah. Hanya saja tidak aku gubris, karena
predikat pecun yang sering temanku bilang padaku atas dirinya, dan rasa
gengsiku tentunya.
Kini hal itu sepertinya menghilang dari pikiranku,
melihatnya berjalan di sampingku dengan keadaan bugil dan terikat seperi itu,
ditambah lagi dengan sikapnya itu. Makin menimbulkan gejolak di hatiku.
Maka kurangkul dia dengan tangan kiriku, kubelai rambutnya yang
masih sedikit basah.
"Lia.. terimakasih atas apa yang telah kamu lakukan
hari ini" kataku padanya dengan lembut.
"Aku jadi makin sayang padamu.." kataku lagi,
sambil menarik tubuhnya menghadapku, dan kemudian kucium bibirnya dengan
lembut.
Saat itu bibirnya masih terasa dingin, tapi lambat laun
makin terasa hangat seiring makin hangatnya kami berciuman, bibir lembutnya
bagiku rasanya seperti agar-agar.
Kemudian kubimbing ia berjalan menuju rumah dan kemudian
kusuruh Slamet mengambilkan minuman susu coklat hangat untuknya agar ia merasa
hangat, dan dengan lembut, pelan-pelan kuminumkan segelas susu hangat itu
padanya dengan penuh rasa sayang sambil kubelai rambutnya yang lebih sebahu.
Lia pun menurut dan meminumnya dengan lahap, sambil
menyeruput segelas susu coklat hangat itu, matanya memandangku, tatapannya
bagaikan menusuk hatiku, bagaimana tidak, tatapannya lembut sambil bibirnya
membuat sebuah senyuman manis.
"Rie.. Sebenarnya aku juga sayang sama kamu, tapi
selama in sepertinya kamu tidak menghiraukan keberadaanku", ujarnya
setelah ia meminum lebih dari setengah gelas.
"Dulu aku sering mencoba untuk menarik perhatianmu,
tapi sepertinya semua sia-sia".
"Tapi jika semua ini bisa membuatmu senang, akupun
dengan senang hati akan melakukanya untukmu", katanya lagi setelah melihat
aku hanya terdiam.
Dan ia pun melanjutkan perkataanya lagi karena aku masih
saja terdiam.
"Aku mengerti, mungkin aku nggak akan bisa jadi
pacarmu, karena aku pun tahu siapa aku ini, tapi asalkan kamu mau menyisakan
sebagian hatimu dan perhatianmu bagiku, aku pun sudah merasa sangat
senang".
Sejak saat itulah, aku makin mengerti, bahwa ternyata Lia
adalah korban dari keluarga yang tidak harmonis dan butuh kasih sayang, karena
orang tuanya jarang ada di rumah, di tambah lagi kini orang tuanya sering
bertengkar bila berada di rumah. Oleh karenanya Lia mencari pelarian dengan
pergaulanya selama ini sekedar untuk mencari hiburan dan melupakan kepedihan
hatinya.
Bukannya aku sok suci, karena mungkin "perbedaan"
yang aku rasakan pada diriku ini, adalah akibat perlakuan yang salah pula dari
orang tuaku, tapi aku sadar akupun punya peranan besar dalam memperburuk
'perbedaan' ini, karena ternyata aku sangat menikmati 'perbedaan' yang
kurasakan ini.
Begitulah, malam itu seperti kesepakatan yang telah dibuat,
Lia bermalam di rumahku dengan tetap dalam keadaan tanpa busana sedikitpun dan
tetap dalam keadaan terikat tangan dan kakinya, saat makan malam pun Lia
kusuapi dari piringku, dan malam itu Lia sudah tidak malu lagi terhadap dua
pembantuku, karena apa lagi yang akan membuat ia merasa malu, karena sejak sore
tadi ia sudah berada dalam keadaan seperti itu.
Itulah yang membuatku makin merasa sayang padanya, rasa
sayang yang berbeda, rasa sayang majikan pada budaknya. Karena malam itu Lia
memang kuperlakukan lebih sebagai budak nafsuku. Malam itu kuminta Lia
mengoralku beberapa kali hingga aku menyemprotkan air maniku di mulut dan
wajahnya, sebelum akhirnya kami pun tidur. Aku tidur di kasur sedang Lia tidur
di lantai yang hanya beralaskan tikar tetap dengan keadaan telanjang bulat dan
terikat. Aku tahu bahwa ia merasa tersiksa dengan keadaan seperti itu, tapi
kelelahannya membuat ia dapat tertidur pulas.
Lia tidur lebih dulu, mungkin karena kelelahan, sedang aku
hanya tersenyum melihatnya seperti itu, karena seperti yang telah ia katakan,
ia bersedia melakukan apapun yang kuminta asalkan itu membuatku senang. Dan
iapun hanya tersenyum dan mengangguk saat tadi kukatakan bahwa kini dia adalah
pecunku. Kemudian akupun tertidur dengan perasaan senang, bahwa kini aku telah
memiliki Lia sebagai pecunku.
Yuk coba rezeki anda di sini
ReplyDeletedi permainan terbak angka
TOGEL
DD48 red blue LIVE
Info lebih jelas silakan hubungi CS kami...
Telp : +85581569708
BBM : D8E23B5C
Line : togelpelangi
Link: http://www.togelpelangi.com/